Kamu, adalah tokoh lama dalam buku tebal perjalanan hidupku. Kamu, 
seharusnya hanya menjadi cerita disitu dan tak lagi hadir melalui satu 
tanggal yang menjadi takdir baku dalam setiap tahun masehi. Selalu ada 
jalan untuk mengingatmu, harimu itu.
Adalah takdir terbaik menjadi
 orang yang punya kisah hidup bersamamu. Walau hari kadang terlalu 
singkat memberi waktu untuk kita bisa berdekatan, berbicara, dan saling 
menatap, melihat dunia didalam mata kita yang semakin cokelat.
Aku
 merasa sangat bahagia, mungkin lebih bahagia darimu. Tapi selanjutnya 
bukan hari kita, karna sebaiknya kamu tidak ada dalam hari-hariku lagi, 
begitu juga aku sebaiknya tidak ada dihari-harimu.
Saat itu aku 
merasa tuhan menitipkan tulang rusukku padamu, walau aku hadir bersekutu
 dengan rasa tidak pantas untuk bersamamu. Kamu adalah perempuan teduh 
dengan hal-hal baik, sedang aku terus diburu waktu untuk melakukan 
hal-hal buruk yang mau tak mau ikut menyeretmu.
Kamu perempuan 
bijak saat menginginkan kita untuk berhenti sejenak, membiarkan aku 
memperbaiki diri, lalu menentukan waktu untuk kita bersama lagi. Aku 
katakan iya, karna hal tersebut mungkin baik bagimu, juga bagiku. saat 
itu aku gundah gulana, bertanya apakah tuhan menitipkan tulang rusukku 
padamu.
Kesempatan memperbaiki diri itu akhirnya aku susun menjadi
 cerita lain, cerita dimana kamu akan berhenti menjadi tokoh di buku 
tebal hidupku. Aku ingin kamu selamat dari hari dan hatiku, waktu 
berhenti sejenak yang kamu tawarkan aku gunakan untuk mematikan rasa, 
menutup rapat pintu waktu untuk kembali bersamamu.
Aku masih ingat
 bagaimana hari membuatku mulai jatuh hati kepadamu. kamu terus 
menundukkan wajah, membuatku tidak perlu sembunyi-sembunyi untuk puas 
melihatmu, yang akhirnya berhasil membuatku berdoa kepada tuhan, meminta
 satu tulang rusukku itu ada didadamu.
Aku bersyukur pernah 
menyampaikan perasaanku kepadamu. Keberanian yang menjadi jalan untuk 
kita bersama, dimana hari-hari dipenuhi pergolakan serta kerja kerasku 
berjuang untuk selalu menjadi bagian dari harimu, candu atas rasa 
menggilaimu.
Saat kita tiba pada hari untuk bersama lagi, kamu 
ramah lalu bertanya ‘hari ini adalah janji kita, apa kita akan 
memulainya lagi?‘ aku menutup senyummu ‘tidak, aku belum juga pantas untuk mu’. Aku menuduh tuhan tidak menitipkan tulang rusukku kepadamu. Kamu membela tuhan, bersabda ‘cinta itu menyembuhkan bukan menyakiti’ dengan tanda seru tiga kali.
Created by..
 Mardiansyah Za
Tidak ada komentar:
Posting Komentar